Rabu, 15 Maret 2017

Analisis Kebijakan dan Prosedur Risiko Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri



MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH KELOMPOK 9
“Analisis Kebijakan dan Prosedur Risiko Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pembiayaan
Dosen Pengampu           : Gita Danupranata, S.E., M.M


Disusun oleh :
1.         Apri Sanjaya                                   (20130730383)
2.         Ahmad Hizbul Syauqi Al-Banna    (20140730008)
3.         Trisna Destini Amira                       (20140730009)
4.         Muhammad Zainal Abidin             (20140730017)
5.         Imelda                                             (20140730030)

EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017/2018

PRINSIP PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO OLEH BANK SYARIAH MANDIRI
Bank Syariah Mandiri menerapkan manajemen risiko secara terintegrasi dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut bertujuan untuk mencapai pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan, serta mengoptimalkan tingkat risk-adjusted return. Bank mengelola risiko-risiko melalui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang berdampak terhadap bisnis, operasional, dan organisasi. Dalam mendukung penerapan manajemen risiko, BSM telah menyusun kebijakan, proses, kompetensi, akuntabilitas, pelaporan dan teknologi pendukung.
Dalam mengimplementasikan tata kelola risiko, BSM mengimplementasikan Enterprise Risk Management (ERM) dalam pendekatannya. Penerapan ERM akan memberikan nilai tambah (value added) bagi Bank dan stakeholders terutama dikaitkan dengan penilaian kinerja berbasis risiko (Risk Base Performance). Bank mengimplementasi ERM melalui dua pendekatan (two prong approach) yaitu pengelolaan risiko melalui permodalan dan pengelolaan risiko melalui aktifitas operasional, agar Bank mampu mengelola risiko yang melekat dalam kegiatan bisnisnya. Empat komponen utama dalam mendukung penerapan two prong approach ini adalah Organisasi & Sumber Daya Manusia, Kebijakan & Prosedur, metodologi Model & Analytics dan yang terakhir adalah Sistem & Data. Penerapan ERM diharapkan mampu meningkatkan kinerja BSM sehingga menghasilkan added value bagi stakeholder. Dalam mengelolah manajamen resiko tersebut BSM melakukan hal-hal berikut:
1. Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Organisasi manajemen risiko di BSM merupakan organ yang dibentuk untuk mendukung dan memfasilitasi penerapan manajemen risiko pada seluruh lini perusahaan. Organisasi tersebut terdiri atas:
v  Komite Pemantau Risiko
Bank membentuk Komite Pemantau Risiko (KPR) yang bertugas memberikan rekomendasi usulan perbaikan strartegi dan penerapan manajemen risiko kepada Dewan Komisaris.

v  Komite Manajemen Risiko
Komite Manajemen Risiko (KMR) berfungsi memberi rekomendasi mengenai arah kebijakan serta strategi manajemen risiko, serta membahas seluruh aspek risiko yang dihadapi Bank. KMR beranggotakan Direksi dan pejabat eksekutif. KMR dibantu oleh Working Group (WG) yang terdiri atas WG Asset Liabilities Management (ALMA) & Pembiayaan dan WG Operasional. WG bertugas melakukan kajian risiko dan memberikan rekomendasi terkait kondisi usaha yang dihadapi Bank. Komite Manajemen Risiko (KMR) berfungsi memberi rekomendasi mengenai arah kebijakan serta strategi manajemen risiko, serta membahas seluruh aspek risiko yang dihadapi Bank. KMR beranggotakan Direksi dan pejabat eksekutif. KMR dibantu oleh Working Group (WG) yang terdiri atas WG Asset Liabilities Management (ALMA) & Pembiayaan dan WG Operasional. WG bertugas melakukan kajian risiko dan memberikan rekomendasi terkait kondisi usaha yang dihadapi Bank.
v  Direktur Manajemen Risiko

v  Satuan Kerja Manajemen Risiko
Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) merupakan unit kerja yang memiliki tanggung jawab secara langsung kepada Direktur Manajemen Risiko. Bank terus melakukan evaluasi terhadap struktur organisasi dan proses bisnis agar penerapan manajemen risiko dapat mendukung perkembangan bisnis Bank.
2. Kebijakan, Prosedur, Limit, dan Tools
a. Kebijakan dan Prosedur
Dalam rangka penerapan Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Risiko, Bank melakukan enataan struktur ketentuan melalui pembuatan Arsitektur Kebijakan dan Prosedur BSM. Arsitektur. Kebijakan dan prosedur di BSM merupakan bentuk Manajemen Risiko atau pengelolaan risiko yang melekat pada aktivitas operasional Bank yang di-review secara berkala. BSM memiliki Kebijakan Manajemen Risiko sebagai pedoman utama penerapan manajemen risiko. Sedangkan untuk aktivitas operasional lainnya, Bank memiliki kebijakan dan prosedur tersendiri seperti kebijakan di bidang pembiayaan, operasional, dan tresuri.
Pada tahun 2013 Bank melakukan pembaruan kebijakan, prosedur dan tools terkait penerapan manajemen risiko antara lain:
1.      Kebijakan sistem pengendalian intern
2.      Kebijakan kepatuhan
3.      Contingency plan Core Banking System (CBS)
4.      Kerahasiaan data nasabah terkait permintaan data dari pihak ketiga
5.      Pengelolaan priority banking;
6.      Pelaksanaan Good Corporate Governance
b. Penetapan Limit dan Tools
Dalam upaya mengelola risiko secara menyeluruh dan agar pengelolaan risiko sesuai dengan permodalan yang dimiliki, Bank menetapkan limit dan tool sebagai berikut:
A.    Limit wewenang memutus pembiayaan;
B.     Limit eksposur 25 debitur terbesar;
C.     Limit in house BMPK;
D.    Limit portofolio pembiayaan untuk sektor ekonomi & sub sektor tertentu;
E.     Limit portofolio pembiayaan valuta asing;
F.      Limit Produk Pembiayaan;
G.    Limit penjaminan;
H.    Limit transaksi tresuri;
I.       Limit saldo kas;
J.       Limit transaksi operasional;
K.    Limit Giro Wajib Minimum;
L.     Limit Posisi Devisa Neto (PDN);
M.   Limit secondary reserve.
N.    Limit pembiayaan gadai emas per individu.
O.    Rating sektor ekonomi untuk pembiayaan;
P.      Credit scoring pembiayaan konsumer, mikro, dan kecil.
Q.    Rating Korporasi
3. Sistem dan Data
BSM mengembangkan dan mengelola sistem manajemen risiko untuk mempercepat proses bisnis yang lebih efisien namun tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian. BSM mengimplementasikan Sistem Informasi Manajemen Risiko (SIMRIS) dan Operational Risk Management Information System (ORMIS)
4. Metodologi/Model dan Analisis
BSM melakukan pengukuran risiko secara berkala dengan menerapkan metode, baik yang ditetapkan Regulator maupun international best practices. Hasil pengukuran model-model risiko yang dikembangkan digunakan sebagai bahan pendukung dalam pengambilan keputusan. Model risiko yang telah dikembangkan melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif yaitu scoring pembiayaan, model Value at Risk (VaR), rating, portofolio management, stress test, liquidity gap dan repricing gap.
Model-model risiko tersebut dievaluasi dan dikalibrasi secara periodik oleh risk model validator yang bersifat independen. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga validitas dan keandalan model, serta memenuhi peraturan regulasi.
Dalam Mengidentifikasi, Jika Dilihat Berdasarjan 5C:
1.        CHARACTER
Dimana menilai kepribadian calon debitur dengan cara melihat langsung kehidupan sehari-hari calon debitur untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur, meneliti daftar riwayat hidupnya, mengetehaui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari “lingkungan“ usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya. Disaat nasabah akan mengajukan pembiayaan. Dengan cara seperti ini, kita bisa melihat gerak-gerik dari nasabah, meyakinkan atau tidak.
2.        CAPITAL
Modal yang dimaksudkan disini adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih yang dimiliki perusahan, yang merupakan selisih antara total akitva dengan total kewajiban. Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu dan hal tersebut tentunya semakin baik dihadapan bank. Posisi modal suatu perusahaan dapat di analisis dari laporan keuangannya. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang modal perusahaan, maka bank harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama paling tidak tiga tahun periode akuntansi sebelumnya. Dalam menilai apakan usaha tersebut mengalami keuntungan secara terus menerus, sehingga nantinya ketika mengajukan pembiayaan di khawatirkan akan terjadinya wanprestasi.
3.        CAPACITY
Bank harus mengetahui bagaimana kemampuan nasabah dalam menjalankan usaha. Kemampuan ini sangat penting karena kemampuan inilah yang menetukan besar kecilnya pendapatan suatu perusahaan di masa yang akan datang. Serta kita bisa mengetahui kemampuan nasabah dalam mengembalikan pinjaman yang diambil nantinya. Kita bisa menilai kemampuan nasabah tersebut, dengan beberapa hal, diantaranya:
A.    Proyeksi Arus Kas
B.     Proyeksi Laporan Keuangan
C.     Kemampuan Manajemen
D.    Kemampuan Pemasaran
E.     Kewajiban-kewajiban pada Pihak Lainnya

4.        CONDITION
Keadaan usaha atau prospek usaha nasabah tersebut, bisa menguntungkan atu tidak baik dalam jangka waktu pendek ataupun panjang.
5.        COLLATERAL
Bank tidak bisa memberikan pembiayaan melebihi dari nilai jaminan/agunan yang dijaminkan oleh debitur. Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting, sebagai “back up“ atas kredit yang diberikan kepada debitur. Dengan tujuannya adalah agar bank dapat memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur, apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya ataupun ingkar.

Studi Kasus dan Analisis
Nama: Bapak R. Choiril
Pekerjaan: wiraswasta
            Pada tahun 2008 Bapak R. Choiril mengajuakan pembiayaan murabahah pada pihak Bank Syariah Mandiri Dengan plafon Rp.35.000.000, tenor 36 bulan dan margin 1,2% perbulan, dengan angsuran perbulan yang dibayarkan sebesar Rp.1.212.700, dana yang diberikan oleh pihak bank kepada Bapak R. Choiril digunakan oleh beliau untuk penambahan modal usaha sembakonya, pada tahun 2010 usaha Bapak R. Choiril semakin terpuruk karena adanya persaingan dagang, di tambah lagi maraknyamini market yang menjamur. Maka kualitas pembayaran Bapak R. Choiril kepada pihak mengalami penurunanan, maka pihak bank menganggap bahwa Bapak Choiril sebagai debitur yang wanprestasi.
Penyelesain pihak bank kepada Bapak R. Choiril dengan Restrukturisasi Pembiayaan murabahahnya dengan penjadwalan kembali (Rescheduling) yang tadinya lama pembiayaan/tenornya dari 36 bulam menjadi 48 bulan, sementara itu angsuran yg semula Rp.1.212.700 menjadi Rp.909.600.


Analisis :
Dari kasus diatas dapat di analisis bahwa beliau terindikasi sebagai debitur yang wanprestasi dikarenakan kualitas pembayarannya yang menurun, akibat persaingan dagang yang semakin meningkat. Usaha yang dilakukan bank untuk mengatasi pembiayan permasalah adalah dengan cara yang sesuai prosedur yang ditetapkan.
Jika dianalisis lebih lanjut menggunakan 5c, pada kasus ini terindikasi bahwa :
1.      Dilihat dari capacity nya bahwa si nasabah tidak bisa mengelola modalnya dengan baik sehingga terjadiya condition of economy. Yang mana nasabah tidak bisa membayar pembiayaan lebih lanjut, karena tidak mendapat keuntungan dari mengelolah usahanya, yang mana usahanya tidak bisa bersaing dengan usaha lain. Bank juga tidak melihat beberapa unsur, sesuai dengan prosedur yang sudah kami jelaskan di atas seperti:
A.    Proyeksi Arus Kas
B.     Proyeksi Laporan Keuangan
C.     Kemampuan Manajemen
D.    Kemampuan Pemasaran
E.     Kewajiban-kewajiban pada Pihak Lainnya

2.      Kedua bisa dilihat dari collectral, kemungkinan bank tidak menganalisis jaminan dengan baik, sehingga jaminannya tidak bisa menutupi pembiayaannya. Bahkan kemungkinan jaminan tidak di perhitungkan dalam pembiayan ini. Sehingga manfaat serta tujuan dari jaminan tidak bisa terpenuhi oleh pihak bank, dimana saat nasabah tidak bisa membayar lagi pembiayaanya, bank tidak bisa memanfaatkan jaminannya.
Jika dilihat dari segi penyelesaiannya, bahwa BSM tidak melakukan Pemantauan secara intesif sesuai dengan prosuder yang ada, sehingga terjadilah yang namanya pembiayaan bermasalah.  Dimana jika bank selalu memantau usahanya, kecil kemungkinan akan terjadinya wanprestasi. Dan  bank juga bisa melakukan resheduling, disaat nasabah sudah tidak mampu lagi melakukan pembayaran,kita bisa memberikan grace period baik termasuk besarnya jumlah angsuran, dimana pengurangan jumlah angsuran perbulannya, sehingga nasabah tadi bisa mampu lagi dalam melanjutkan pembayarannya, serta bank bisa memberikan batas waktu dalam rescheduling ini 1-2 tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar